Kamis, 14 Februari 2013

TUGAS EKOLOGI LINGKUNGAN HIDUP


MANAJEMEN PENGOLAHAN LIMBAH DETERJEN SEBAGAI PENCEMAR TERHADAP KUALITAS AIR TANAH

OLEH :
LEO KENNEDY
1210247052


PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013



PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Jumlah industri untuk menghasilkan berbagai macam produk dan memenuhi kebutuhan manusia saat ini semakin tinggi. Selain menghasilkan produk yang dapat digunakan oleh manusia, kegiatan produksi ini juga menghasilkan produk lain yang belum begitu banyak dimanfaatkan yaitu limbah. Seiring dengan peningkatan industri ini, juga akan terjadi peningkatan jumlah limbah.
Limbah yang dihasilkan dapat memberikan dampak negatif terhadap sumber daya alam dan lingkungan, seperti gangguan pencemaran alam dan pengurasan sumber daya alam, yang nantinya dapat menurunkan kualitas lingkungan antara lain pencemaran tanah, air, dan udara jika limbah tersebut tidak diolah terlebih dahulu. Bermacam limbah industri yang dapat mencemari lingkungan antara lain limbah industri tekstil, limbah agroindustri (limbah kelapa sawit, limbah industri karet remah dan lateks pekat, limbah industri tapioka, dan limbah pabrik pulp dan kertas), limbah industri farmasi, dan lain-lain. Selain kegiatan industri, di perkotaan limbah juga dihasilkan oleh hotel, rumah sakit dan rumah tangga. Bentuk limbah yang dihasilkan oleh komponen kegiatan yang disebut adalah limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dan cair yang dibuang ke lingkungan langsung dapat menimbulkan keseimbangan alam terganggu yaitu terjadi pencemaran tanah yang mampu merubah pH tanah, kandungan mineral berubah dan ganguan nutrisi dari tanah untuk kehidupan tumbuhan serta sumber air tanah tercemar. Pencemaran air dapat mengganggu biota air, perubahan BOD, COD serta DO, disamping itu dampak psikologis akibat dari pencemaran lingkungan yang tidak kalah berbahayanya jika dibandingkan dengan dampak secara fisik.
Pemakaian bahan pembersih sintesis yang dikenal dengan deterjen makin marak di masyarakat luas, di dalam deterjen terkandung komponen utamanya, yaitu surfaktan, baik bersifat kationik, anionik maupun non-ionik. Produksi deterjen di Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan untuk tingkat konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah Jabotabek pada tahun 2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg (Anonimous, 2009). Perkembangan usaha binatu atau laundry yang sebelumnya hanya dikhususkan bagi masyarakat menengah ke atas, kini mengalami pergeseran hingga harganya dapat dijangkau semua kalangan masyarakat. Hal ini menyebabkan limbah deterjen semakin banyak kuantitasnya.
Air limbah detergen termasuk polutan atau zat yang mencemari lingkungan  karena di dalamnya terdapat zat yang disebut ABS (alkyl benzene sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Anonimous, 2009).
(Scheibel, 2004) mendefenisikan Surfaktan sebagai komponen utama dalam deterjen dan memiliki rantai kimia yang sulit didegradasi (diuraikan) alam. Pada mulanya surfaktan hanya digunakan sebagai bahan utama pembuat deterjen. Namun karena terbukti ampuh membersihkan kotoran, maka banyak digunakan sebagai bahan pencuci lain. Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Hal ini membuat surfaktan banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri sabun, deterjen, produk kosmetika dan produk perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil, pertambangan dan industri perminyakan, dan lain sebagainya.
Dengan makin luasnya pemakaian deterjen maka risiko bagi kesehatan manusia maupun kesehatan lingkungan pun makin rentan. Limbah yang dihasilkan dari deterjen dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan yang selanjutnya akan mengganggu atau mempengaruhi kehidupan masyarakat (Heryani dan Puji, 2008).
1.2  Rumusan Masalah
Sampai saat ini air buangan sisa deterjen yang termasuk limbah domestik masih merupakan masalah bagi lingkungan. Hal ini disebabkan meningkatnya penggunaan deterjen yang lebih memudahkan dalam proses pencucian dibandingkan dengan sabun. Dibandingkan dengan sabun yang di dalam air akan membentuk garam-garam kalsium dan magnesium yang dapat didegradasi secara biologis, deterjen yang merupakan kombinasi beberapa persenyawaan akan meninggalkan bermacam-macam zat kimia yang dapat berbahaya bagi lingkungan karena sukar diuraikan oleh mikroorganisme dalam air. Salah satu senyawa kimia yang berbahaya dalam air adalah Linear Alkylbenzene Sulphonate (LAS). LAS adalah senyawa aquatic toxicity. Kadar LAS dalam air berturut turut sebesar 1,67, 1,62, dan 29,0 mg/L dapat mematikan ikan, daphnia magna, dan algae.
Permasalahan yang ada dalam pengolahan air limbah deterjen khususnya hasil proses laundry adalah belum adanya sistem pengolahan yang efektif dan efisien secara teknis maupun ekonomis.


II. MANAJEMEN PENGOLAHAN LIMBAH DETERJEN SEBAGAI PENCEMAR KUALITAS AIR TANAH

2.1 Limbah Deterjen sebagai Pencemar Kualitas Air
Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri. Di sisi lain, detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi jangka pendek (short therm function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada suhu rendah, dampak lingkungan yang rendah dan harga yang terjangkau (Jurado et al, 2006).
Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan tingkat konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah Jabotabek pada tahun 2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg (Anonimous, 2009). Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Pada umumnya detergen bersifat surfaktan anionik yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (Chantraine F et all, 2009). 


    Gambar 1. Pencemaran Air oleh Limbah Deterjen

 Polusi atau pencemaran adalah suatu keadaan dimana suatu lingkungan sudah tidak alami lagi karena telah tercemar oleh polutan. Misalnya air sungai yang tidak tercemar airnya, masih murni dan alami, tidak ada zat-zat kimia yang berbahaya, sedangkan air sungai yang telah tercemar oleh detergen misalnya, mengandung zat kimia yang berbahaya, baik bagi organisme yang hidup di sungai tersebut maupun bagi makhluk hidup lain yang tinggal di sekitar sungai tersebut (Anonimous, 2009). Standar Nasional Indonesia (SNI) mengatakan bahwa air limbah sisa dari hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud air.
Notoadmojo (2007) mendefinisikan bahwa air buangan / air limbah adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dan air yang digunakan bagi kegiatan – kegiatan manusia sehari – hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh karena itu, air buangan ini harus dikelola dan diolah secara baik.

2.2 Manajemen Pengolahan Limbah Deterjen
Detergen merupakan suatu derivatik zat organik sehingga akumulasinya menyebabkan meningkatnya COD (Chemichal Oxygen Demand) dan BOD  (Biological Oxigen Demand) dan angka permanganat, maka dalam pengolahannya sangat cocok menggunakan teknik biologi.
Proses biologis dapat dikelompokkan berdasarkan pemanfaatan oksigen, sistem pertumbuhan, proses operasi. Ditinjau dari pemanfaatan oksigennya, proses biologis untuk mengolah air limbah deterjen dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama, yaitu proses aerobic, proses anaerobic, proses anoksid dan kombinasi antara proses aerobik dengan salah satu proses tersebut.
Proses biologis dapat pula dikelompokkan atas dasar proses operasinya yaitu proses kontinu dengan atau tanpa daur ulang, proses batch, proses semi batch. Proses kontinu biasa digunakan untuk pengolahan aerobik, sedangkan proses batch atau semi batch lebih banyak digunakan untuk sistem anaerobic. Apabila BOD tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob.  Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. Bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter). BOD merupakan suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan. Sedangkan COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Air yang bersih kandungan BOD kurang dari 1 mg/l atau 1ppm, jika BOD nya di atas 4 ppm maka air dikatakan tercemar (Hariyadi, 2004).
Pada  beberapa penelitian membuktikan bahwa alkyl benzena sulfonat (ABS) dapat diuraikan dengan bakteri Staphylococcus epidermis, Enterobacter gergoviae, Staphylococcus aureus, Pseudomonas facili, Pseudomonas fluoroscens, Pseudomonas euruginosa, Kurthia zopfii, dan sebagainya. Bakteri ini akan merombak detergen yang juga merupakan zat organik sebagai bahan makanan menjadi energi.
Penggunaan alat Trickling Filter, yaitu teknik untuk meningkatkan kontak dari air limbah dengan mikroorganisme pemakan bahan-bahan organik yang mengambil oksigen untuk metabolismenya dapat dipergunakan sebagai pengolahan limbah deterjen skala rumah tangga. Diawali dengan mengembangbiakkan bakteri pada media pecahan genteng selama 40 hari dalam limbah rumah tangga yang ada di selokan, kemudian dilakukan treatment/sirkulasi terhadap limbah deterjen sintetik pada Trickling Filter dan dianalisa nilai konsentrasi LAS dengan pengujian MBAS (Metylene Blue Active Surfactan). media pertumbuhan mikroorganisme adalah pecahan genteng yang direndam dalam selokan 40 hari. Jenis mikroorganisme yang ada di selokan antara lain Crenothrix dan Sphaerotilus, Chromatium dan Thiobacillus, mikroalgae hijau dan biru, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi, Shigella shigae, Eschericia Coli. Pengamatan langsung dengan menggunakan mikroskop dan pengecatan gram menunjukkan bahwa komunitas mikroba didominasi oleh bakteri gram negatif, menemukan komunitas bakteri dari golongan Proteobacteria mendominasi komunitas bakteri yang mampu mendegradasi deterjen. Pertumbuhan mikroorganisme ini berlangsung cukup lama karena dipengaruhi oleh suhu dan nutrisi yang diperlukannya. Deterjen akan mengalami penurunan kadar LAS dengan semakin bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan mikroorganisme aerobik yang memakan zat yang terkandung dalam deterjen. Kemampuan mikroba terutama bakteri dalam menggunakan deterjen sebagai sumber karbon utama menunjukkan bahwa bakteri memegang peran penting. Deterjen dengan kadar LAS yang besar membutuhkan waktu peruraian yang lebih lama dan deterjen dengan kadar LAS yang kecil akan lebih cepat terurai. Dan  semakin lama waktu sirkulasi limbah deterjen maka kadar LAS pada ketiga merek deterjen yang diteliti akan semakin mengalami penurunan, karena waktu kontak antara air deterjen dan mikroorganisme aerob semakin lama sehingga memberikan waktu yang cukup lama pula bagi bakteri untuk menguraikan deterjen (Heryani dan Puji, 2008).
Penanganan dengan cara lumpur aktif juga dapat dikembangkan , dan dapat menurunkan COD, BOD 30 – 70 %, bergantung pada karakteristik air limbah yang, diolah dan kondisi proses lumpur aktif yang dilakukan. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.  Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). 
Dengan tangki septic-filter up flow  yang berisi pecahan batu bata sebagai media hidup mikroba sanggup mereduksi kandungan Metylene Blue Active Surfactan atau MBAS (untuk mendeteksi kandungan detergen) hingga mencapai efesiensi 87,93 persen. Dari sampel, air limbah yang sebelum dimasukkan tangki memiliki kandungan MBAS sekitar 2,7 mg per liter. Setelah keluar tangki, air hanya mengandung MBAS sekitar 0,326 mg per liter, atau lebih rendah dari baku mutu yang digariskan, yakni 0,5 mg per liter. Adapun BOD yang didapat adalah 483,75 mg per liter (sebelum proses) dan 286,25 mg per liter (setelah proses) atau kandungan BOD berkurang 40 persen lebih.
Mendestabilkan partikel deterjen dapat dimanfaatkan sebagai pengolahan limbah karena detergen mempunyai sifat koloid. Karakteristik dari partikel koloid dalam air sangat dipengaruhi oleh muatan listrik dan kebanyakan partikel tersuspensi bermuatan negative. Cara mendestabilkan atau merusak kestabilan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari koloid, proses ini lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan kesempatan kepada partikel untuk saling bertumbukan dan bergabung, cara ini dapat dilakukan dengan cara pengadukan dan disebut sebagai flokulasi.
Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan seperti PAC. Di dalam air PAC akan terdisposisi melepaskan kation Al3+ yang akan menurunkan zeta potensial dari partikel. Sehingga gaya tolak-menolak antar partikel menjadi berkurang, akibatnya penambahan gaya mekanis seperti pengadukan akan mempermudah terjadinya tumbukan yang akan dilanjutkan dengan penggabungan partikel-partikel yang akan membentuk flok yang berukuran lebih besar. Flok akan diendapkan pada unit sedimentasi maupun klarifikasi. Lumpur yang terbentuk akan dibuang menggunakan scraper. Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar bahan organik (COD,BOD) sebanyak 40-70 %.
Detergen mampu memecah minyak dan lemak membentuk emulsi sehingga dapat diendapkan dengan menambahkan inhibitor garam alkali seperti kapur dan soda. Buih yang terbentuk akan dapat dihilangkan dengan proses skimming (penyendokan buih) atau flotasi.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Adsorpsi menggunakan karbon aktif dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi detergen. Detergen yang merupakan molekul organik akan ditarik oleh karbon aktif dan melekat pada permukaannya dengan kombinasi dari daya fisik kompleks dan reaksi kimia. Karbon aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang sangat luas yang berubah-ubah bentuknya untuk menerima molekul pengotor baik besar maupun kecil. Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%, dan karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 %.
Detergen mempunyai ikatan – ikatan organik. Proses khlorinasi akan memecah ikatan tersebut membentuk garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan haloform dan trihalomethans jika zat organiknya berlebih (Arifin, 2008).
Salah satu cara pengolahan limbah deterjen dan air sabun yang diterapkan di perusahaan produsen deterjen adalah dengan pembuatan bak pengumpulan air limbah sisa deterjen. Di dalam bak pengumpulan limbah tersebut diletakkan pompa celup yang harus terendam air untuk menghindari terbentuknya gelembung/buih detrejen. Pompa celup ini berfungsi sebagai sirkulasi limbah. Selanjutnya di luar bak penampungan dibuat bak kecil dan pompa dosing yang berisi larutan anti deterjen, misalnya jika deterjen yang terbuang banyak mengandung deterjen anionik, maka untuk menetralisir diberikan larutan deterjen kationik sebagai anti deterjennya, demikian pula sebaliknya. Kemudian larutan anti deterjen ini dimasukkan ke dalam bak penampungan dan dilakukan proses penetralan. Pada proses penetralan, perlu ditentukan kadar deterjen di dalam bak penampungan dengan analisis deterjen sistem MBAS (Metilen Blue Active Surfactan) atau dengan sistem Titrasi Yamin yang secara khusus untuk mengetahui kadar deterjen. Misalnya kadar deterjen 50 ppm dapat dilakukan uji coba dengan pemberian larutan anti deterjen sebanyak 5 ml per menit dengan pompa dosing sampai kadar deterjen 0 ppm. (Arifin, 2008).  
Bagi pemilik usaha binatu/laundry dapat melakukan upaya pemilihan deterjen dengan kandungan fosfat yang rendah karena dapat menjadi pencemaran air disekitarnya. Serta dapat melakukan pengelolaan limbah deterjen secara sederhana dengan pembuatan bak penampungan khusus, atau dengan penambahan arang aktif (Anonimous, 2010).   


III. MANAJEMEN LIMBAH DETERJEN SEBAGAI PENCEMAR KUALITAS AIR TANAH

3.1 Bahaya Surfactan Dan Sabun
(Scheibel, 2004) menyatakan Surfaktan adalah bahan yang paling penting pada produk deterjen (hingga 15-40 % dari total formulasi deterjen). Zat ini dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaikkan dan menurunkan tegangan permukaan. Dengan surfaktant dapat terjadi perubahan dalam tegangan permukaan yang menyertai proses pembasahan, daya busa yang stabil, daya emulsi yang stabil.
(Heryani dan Puji, 2008) menjelaskan Efek negatif  dari Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yamg ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’ pada kulit. Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan dengan surfaktan anionik dan non-ionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat membentuk chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan air minum PDAM. Chlorbenzene merupakan senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan. Pengaruh lain yaitu penghambatan pertumbuhan dalam tumbuhan, ikan, dan budding dalam hidra, kerusakan organ sensoris luar yang peka sehingga dapat mengganggu pemilihan makanan, mempengaruhi sinergis zat – zat dan surfaktan subletal menyebabkan pengambilan zat lipofilik yang lebih cepat dan memperkuat toksisitas zat ini. Air yang mengandung surfaktan (2 – 4  ppm) tidak dapat dideteksi perubahannya.
Lain halnya dengan deterjen, sabun relatif mudah tersuspensi dalam air karena membentuk micelles, yakni kumpulan (50 – 150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung – ujung ionnya menghadap ke air.  Sabun yang masuk kedalam buangan air atau suatu sistem ekuatik biasanya langsung terendap sebagai garam – garam kalsium dan magnesium. Oleh karena itu beberapa pengaruh dari sabun dalam larutan dapat dihilangkan. Sehingga dengan biodegradasi, sabun secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan. Sabun pertamakali diciptakan sekitar 2700 SM, terbuat dari berbagai lemak dengan menggunakan kaustik dari abu kayu untuk menghidrolisis ester (Scheibel, 2004).

3.2 Dampak Limbah Deterjen terhadap Kesehatan Manusia dan Lingkungan
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.
Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
Umumnya deterjen yang digunakan sebagai pencuci pakaian/laundry merupakan deterjen anionik karena memiliki daya bersih yang tinggi. Pada deterjen anionik sering ditambahkan zat aditif lain (builder) seperti golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl-ammonium cloride, diethanolamine/ DEA), chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP) dan beberapa jenis surfaktan seperti sodium lauryl sulfate (SLS), sodium laureth sulfate (SLES) atau linear alkyl benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium kuartener ini dapat membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan kanker.
Senyawa sodium lauryl sulfate (SLS) diketahui menyebabkan iritasi pada kulit, memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata orang dewasa.
Pembuangan limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa treatment sebelumnya, mengandung tingkat polutan organik yang tinggi serta mempengaruhi kesesuaian air sungai untuk digunakan manusia dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya. Selain itu deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Ikan membutuhkan air yang mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati.
 Keberadaan busa-busa di permukaan air juga menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian (Ahsan et al, 2005).
Selain itu pencemaran akibat deterjen mengakibatkan timbulnya bau busuk. Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob.
Fosfat memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air dan Builders. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat. Fosfat pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Fosfat tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, fosfat dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air sungai/danau, yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan algae dan eceng gondok yang secara tidak langsung dapat membahayakan biota air dan lingkungan. Di beberapa negara Eropa, penggunaan fosfat telah dilarang dan diganti dengan senyawa substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan (Anonimous, 2009).
Ahsan et al (2005) menyatakan bahwa penghilangan jumlah fosfat dapat dilakukan dengan adsorpsi sederhana serta efisiensi penghilangan ion fosfat dengan concentrate menurun dengan peningkatan suhu, sementara peningkatan suhu pada shell (kerang) cenderung dapat meningkatkan efisiensi ion fosfat dari 20% menjadi 55%. Oleh karena itu, penghilangan ion fosfat dengan shell dilakukan  pada suhu yang relatif tinggi.
Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan dan bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Deterjen kationik memiliki sifat racun jika tertelan dalam tubuh, bila dibanding deterjen jenis lain (anionik ataupun non ionik).
Terdapat dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk-produk kimia (deterjen) aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable). ABS dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen ini dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’.
Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal ini dapat menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air sehingga pada perkembangannnya digantikan dengan  LAS mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS mempunyai gugus alkil lurus/ tidak bercabang yang dengan mudah dapat diurai oleh mikroorganisme.
LAS relatif mudah didegradasi secara biologi dibanding ABS. LAS bisa terdegradasi sampai 90 persen. Akan tetapi prorsesnya sangat lambat, karena dalam memecah bagian ujung rantai kimianya khususnya ikatan o-mega harus diputus dan butuh proses beta oksidasi, karena itu perlu waktu. Penelitian Heryani dan  Puji (2008 ) mendapatkan hasil bahwa alam membutuhkan waktu 9 hari untuk menguraikan 50% LAS.
 Detergen ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan tidak terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh ABS akan dipenuhi oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan bakteri yang berguna, penyumbatan pada pori – pori media filtrasi.
Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan. Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai. Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik. Karena diketahui lebih bersifat alkalis. Tingkat keasamannya (pH) antara 10 – 12 (Ahsan S et al, 2005).

IV. UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM MANAJEMEN PENGOLAHAN LIMBAH DETERJEN UNTUK MENJAGA KUALITAS AIR

Sebagai alternatif, telah dikembangkan penggunaan zeolite dan citrate sebagai pengganti fosfat (builder) dalam deterjen karena fosfat dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae (phytoplankton) yang berlebihan dan pada akhirnya justru membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya.
Teknik pengolahan detergen dapat dilakukan menggunakan berbagai macam teknik misalnya biologi yaitu dengan bantuan bakteri, koagulasi-flokulasi-flotasi, adsorpsi karbon aktif, lumpur aktif, khlorinasi dan teknik penampungan dalam bak yang murah dan efektif (Arifin, 2008).
Bagi pemilik usaha binatu/laundry dapat melakukan upaya pemilihan deterjen dengan kandungan fosfat yang rendah serta mengelola limbah deterjen secara sederhana dengan pembuatan bak penampungan khusus, atau dengan penambahan arang aktif (Anonimous, 2010).
Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen, konsumen mempunyai hak untuk memperoleh informasi suatu produk secara jelas, hak untuk memilih dan hak untuk menuntut/menggugat produsen apabila produk mereka tidak sesuai dengan klaimnya Berkaitan dengan hak konsumen tersebut, diperlukan transparansi dari produsen mengenai kandungan produk deterjen yang dihasilkannya dalam bentuk pelabelan komposisi bahan baku.
Penggunaan deterjen seminimal mungkin. Untuk mencegah dampak lebih parah diperlukan kesadaran konsumen agar hanya memilih produk deterjen ramah lingkungan. Deterjen ramah lingkungan dapat dilihat dari logo pada kemasan produk deterjen, walaupun untuk membuktikan produk tersebut benar-benar ramah lingkungan harus melalui uji laboratorium. Konsumen juga dapat meminimalikan pemakaian deterjen karena pemakaian dalam kadar kurang atau maksimal sama dengan takaran yang dianjurkan sudah cukup.
Meluruskan persepsi masyarakat bahwa deterjen yang menghasilkan busa melimpah mempunyai daya cuci yang baik adalah tidak benar. Untuk merubah persepsi tersebut, diperlukan partisipasi baik dari pihak konsumen maupun produsen. Di satu pihak, konsumen harus tahu bahwa tidak ada kaitan antara daya cuci dan busa melimpah. Di lain pihak, produsen seharusnya tidak lagi menggunakan ‘busa melimpah’ dalam mempromosikan produknya.

Daftar Pustaka

Ahsan S. 2005. Effect of Temperature on Wastewater Treatment with Natural and Waste Materials [Original Paper] . Clean Technology Enviroment Policy. 7:198-202.
Arifin. 2008. Metode Pengolahan Deterjen. http://.wordpress.com [8 Desember 2010].
          . 2009. Pengolahan Limbah Deterjen dengan Biofilter. http://www.greenradio.fm. [8 Desember 2010].
          . 2009. Mengetahui Dampak Air Limbah Deterjen Terhadap Organisme Air. (http://tutorjunior.blogspot.com) [8 Desember 2010].
Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Statistik Lingkungan Hidup Pengelolaan B3 dan Limbah B3. (http://tutorjunior.blogspot.com) [8 Desember 2010].
Chantraine, F et all. 2009. Drawbacks of Surfactant Presence on The Dissolution and Mechanical Properties of Detergent Tablets : How to Control Interfaces by Surfactan Localization. Journal of Surfactan and Detergent. 12:59-71.
Heryani. A, Puji, H. 2008. Pengolahan Limbah Deterjen Sintetik dengan Trickling Filter [Makalah Penelitian]  http://eprints.undip.ac.id [8 Desember 2010].
Jurado, E et all. 2006. Enzyme Based Detergent formulas for Fatty Soils and Hard Surface in a Continous Flow Device . Journal of Surfactant and Detergents. Vol. 9. Qtr 1.
Scheibel J. 2004. The Evolution of Anionic Surfactan Tehnology to Meet the Requirement of the Laundry Deterjent Industry. Journal of Surfactan and Detergent. Vo7. No. 5.
Sigid hariyadi. 2004. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air Dan Baku Mutu Air Limbah.
 Soekidjo Notoatmojo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Penerbit PT Rineka Cipta.(614.78NOT k)
Savarino. P, Motoneri. G, Musso. G, Boffe. V.  2010. Biosurfactan from urban waste for detergent formulation : surface activity and washing performance. Journal Surfactant Detergent. 13:59-68.













Pembangunan Berwawasan Lingkungan


            Disadari sepenuhnya bahwa kegiatan pembangunan apalagi yang bersifat fisik dan berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam jelas mengandung resiko terjadinya perubahan ekosistem yang selanjutnya akan mengakibatkan dampak, baik yang bersifat negatif maupun yang positif. Oleh karena itu, kegiatan pembangunan yang dilaksanakan seharusnya selain berwawasan sosial dan ekonomi juga harus berwawasan lingkungan.

           Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang terencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup.

1) Pengertian Dampak Terhadap Lingkungan
Suatu kegiatan proyek akan mempengaruhi kondisi lingkungan dan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungannya, dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan proyek ini dapat terjadi pada masa konstruksi maupun masa operasi proyek dan dapat berupa dampak positif maupun negatif bagi lingkungannya.

2) Komponen-Komponen Lingkungan
Diantara komponen-komponen lingkungan yang penting, adalah
a) Biologi, mencakup sub-komponen:
o Jenis flora fauna darat (vegetasi dan satwa)
o Jenis flora fauna perairan (plankton & bentos)

b) Geofisik, mencakup sub-komponen:
o lklim
o Fisiografi
o Hidrologi

c) Kimia, mencakup sub-komponen:
o Kualitas udara
o Kualitas air

d) Sosial Budaya dan Kemasyarakatan, dijabarkan:
o Demografi industri dan kependudukan
o Sosial ekonomi
o Sosial budaya

Aspek Hukum Perlindungan Lingkungan
Aspek Hukum Perlindungan Lingkungan dan Dasar Hukum dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah:

1) Keputusan Menteri KLH No.12/MENLH/3/94 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

2) Keputusan Menteri KLH No.11/MENLH/3/1993 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

3) Keputusan KLH No.14/MENKLH/3/1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan Analisis Mengenai  Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

4) Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-056 tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.

5) Peraturan Pemenintah dan Keputusan Menteri yang Berhubungan Dengan Baku Mutu Lingkungan (BML)

Pengertian Rona Lingkungan
       Rona Lingkungan merupakan kondisi lingkungan pada saat ini yaitu kondisi alam atau komponen-komponen lingkungan awal sebelum perencanaan dan pembangunan fisik dimulai. Rona lingkungan merupakan kondisi lingkungan awal sebelum tersentuh oleh kegiatan untuk keperluan perencanaan, konstruksi (pembangunan fisik) dan kegiatan operasi. Hal-hal yang termuat didalam rona lingkungan, yaitu:

a. Biogeofisik Kimia, meliputi : komponen-komponen lingkungan tersebut diketahui dengan melakukan survei lapangan, yaitu dengan suatu strategi pengambilan sampling yang tepat, kemudian dianalisa sesuai dengan komponen lingkungan masing-masing

b. Sosial Budaya dan Ekonomi, meliputi : komponen lingkungan ini didapat dengan melakukan penyebaran questioner, wawancara langsung kepada masyarakat, pemuka setempat dan data sekunder pada beberapa desa dan kecamatan di sekitar lokasi proyek. Dari data survey lapangan, data sekunder dan hasil analisis laboratorium pada masing-masing komponen lingkungan akan didapat kondisi lingkungan pada saat itu atau sebelum proyek didirikan (Rona Lingkungan).

Kemungkinan Dampak Proyek Terhadap Lingkungan Sosekbud.
        Berdasarkan atas perkiraan kegiatan yang akan terjadi selama masa operasional proyek  dan berdasarkan atas kondisi lingkungan yang ada (rona lingkungan), maka dapat diperkirakan dampak yang akan timbul.

a. Dampak Positif
Terutama dalam menunjang program pemerintah memeratakan pembangunan, tingkat pendapatan masyarakat daerah, kesempatan kerja, kesejahteraan masyarakat, timbulnya gerak penduduk kemudian timbul sektor kegiatan ekonomi lainnya.

b. Dampak Negatif
Umumnya disebabkan oleh akibat dan proses budidaya penggemukan ternak sapi potong terciptanya limbah kotoran ternak (polusi bau busuk). Dampak negatif tersebut dapat terjadi pada masa kegiatan operasionaL
c. Identifikasi Dampak

Identifikasi dampak yang akan dilakukan menggunakan metode matriks yang menggambarkan interaksi antara komponen kegiatan dengan lingkungan yang terkena dampak, termasuk dampak yang bersifat sekunder dan tertier.

d. Prakiraan Dampak
Prakiraan dampak yang dilakukan dengan cara profesional judgement para ahli, metoda statistik dan analisa serta referensi/literatur yang berkaitan atau serupa dengan kegiatan perumahan yang akan dibangun, dan dapat juga dengan cara membandingkan hasil analisis data dengan Baku Mutu Lingkungan Nomor : Kep-03/MENKLH/ll/1991 tentang Pedoman Mutu Limbah Cair atau pada Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990.

e. Evaluasi Dampak
Atas dasar perkiraan dampak di atas akan disusun evaluasi dampak lingkungan akibat masing-masing kegiatan penyebab dampak, evaluasi dampak kegiatan terhadap komponen lingkungan penentu dampak penting dalam matriks tersebut didasarkan pada Keputusan Kepala Bapedal No.056 tahun 1994, faktor penentu dan tingkat kepentingan.
Adapun faktor penentuan meliputi:
(a) Jumlah manusia yang terkena dampak
(b) Luas wilayah penyebaran dampak
(c) Intensitas dampak
(d) Lamanya dampak berlangsung
(e) Banyaknya komponen lainnya yang terkena dampak
(f) Sifat kumulatif dampak
(g) Penanggulangan Dampak

Pencemaran terhadap Tanah : Proses aktifitas suatu usaha feedlot tidak mengeluarkan Iimbah yang dapat mencemari tanah dan dalam proses aktifitas tidak menggunakan air tanah sebagai bahan pembantu, sehingga konversi tanah tidak terganggu.
Pencemaran terhadap Air : Limbah cair yang merupakan salah satu faktor pencemaran Iingkungan perlu dikendahkan secara baik dengan proses yang tepat dan murah. Untuk penanggulangan Iimbah cair dari feedlot ini dapat dilakukan dengan secara biologi.
Pencemaran terhadap Limbah Padat : Limbah padat yang dihasilkan meliputi sampah/kotoran kandang berupa limbah organik.

          Pencemaran terhadap Sosial Budava Masyarakat : Sebaliknya dengan adanya kegiatan feedlot ini, maka masyarakat sekitar kawasan mempunyai harapan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat yang ada disekitarnya. Karena kegiatan proyek ini diperkirakan akan menyerap tenaga kerja lokal, sehingga akan meningkatkan kesempatan kerja dan dengan sendirinya akan meningkatkan kesejahteraan, pendapatan dan merangsang timbulnya sektor ekonomi pendukung.

Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
        Upaya Kelola Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) merupakan uraian kegiatan pengelolaan dan pemantauan yang bersifat operasional. Pengelolaan dan pemantauan yang dilakukan adalah pada dampak yang dapat timbuI, berupa:
a. Penurunan kualltas udara
b. Penurunan kebersihan Iingkungan
c. Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha.

1) Dampak Sosial
Perubahan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Kehidupan
Pelaksanan proyek  yang akan menghasilkan suatu product akan membawa perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan baru bagi para karyawan dan masyarakat di sekitarnya, khususnya yang akan terlibat langsung dalam kegiatan konstruksi dan produksi.
Perubahan tingkat pengetahuan bagi para pegawai dapat terjadi secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung perubahan tersebut terjadi bagi para pegawai yang mendapatkan training yang diselenggarakan oleh perusahaan. Secara tidak langsung dapat diperoleh para tenaga kerja yaitu berupa pengalaman-pengalaman selama mereka bekerja di perusahaan.

Alat Penunjang Program Pemerintah
Pengoperasian proyek berupa pengembangan usaha akan dapat menunjang program pemerintah dalam beberapa hal, yaitu:
> Meningkatkan nilai tambah dan daya saing atas produksi  dalam negeri.
> Mengaktifkan kehidupan ekonomi dengan adanya kaitan terhadap sektor lainnya.
> Berpartisipasi dalam memulihkan pertumbuhan ekonomi nasional

2) Dampak Ekonomi
o Pengembangan usaha akan memberikan dampak positif terhadap struktur perekonomian pada umumnya dan pekerja usaha ini pada khususnya.
o Meningkatkan penghasilan para Pekerja
Kegiatan proyek yang akan dilakukan tentunya dapat meningkatkan penghasilan masyarakat disekitarnya, hal ini bisa dilihat dari pendapatan rata-rata masyarakat setempat sebelum mereka bekerja di perusahaan dibandingkan dengan pendapatan setelah bekerja pada proyek.
o Meningkatkan pendapatan negara melalui Pajak
Dengan beroperasinya proyek yang dijalankan akan menambah penerimaan negara dari sektor pajak, antara lain:
Pajak Perusahaan (PPh Badan)
Pajak penghasilan karyawan (PPh Pasal 21)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Sumber : Laporan Studi Kelayakan  Project Pengembangan Usaha PT.X 2005

Sabtu, 02 Februari 2013

Pengertian penelitian ilmiah


Penelitian dapat digolongkan dalam dua, sesuai dengan ukuran kwalitasnya yaitu penelitian ilmiah dan penelitian tidak ilmiah atau yang dilakukan oleh orang awam. Penelitian tidak ilmiah mempunyai ciri-ciri dilakukan tidak sistematik, data yang dikumpulkan dan cara-cara pengumpulan data bersifat subyektif yang sarat dengan muatan-muatan emosi dan perasaan dari si peneliti. Karena itu penelitian tidak ilmiah adalah penelitian yang coraknya subyektif.

Sedangkan Penelitian ilmiah adalah suatu kegiatan yang sistematik dan obyektif untuk mengkaji suatu masalah dalam usaha untuk mencapai suatu pengertian mengenai prinsip-prinsipnya yang mendasar dan berlaku umum (teori) mengenai masalah tersebut. Penelitian yang dilakukan, berpedoman pada berbagai informasi (yang terwujud sebagai teori-teori) yang telah dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, dan tujuannya adalah untuk menambah atau menyempurnakan teori yang telah ada mengenai masalah yang menjadi sasaran kajian.

Berbeda dengan penelitian tidak ilmiah, penelitian ilmiah dilakukan dengan berlandaskan pada metode ilmiah. Metode ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Dalam sains dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Sedangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan budaya, yang terbanyak dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan pengamatan; eksperimen, generalisasi, dan verifikasi juga dilakukan dalam kegiatan-kegiatan penelitian oleh para ahli dalam bidang-bidang ilmu-ilmu sosial dan pengetahuan budaya untuk memperoleh hasil-hasil penelitian tertentu sesuai dengan tujuan penelitiannya.
Metode ilmiah berlandaskan pada pemikiran bahwa pengetahuan itu terwujud melalui apa yang dialami oleh pancaindera, khususnya melalui pengamatan dan pendengaran. Sehingga jika suatu pernyataan mengenai gejala-gejala itu harus diterima sebagai kebenaran, maka gejala-gejala itu harus dapat di verifikasi secara empirik. Jadi, setiap hukum atau rumus atau teori ilmiah haruslah dibuat berdasarkan atas adanya bukti-bukti empirik.

B. Perbedaan Penelitian Berdasarkan Keilmiahan :
1. Penelitian Ilmiah
Menggunakan kaidah-kaidah ilmiah (Mengemukakan pokok-pokok pikiran, menyimpulkan dengan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan pembuktian ilmiah/meyakinkan. Ada dua kriteria dalam menentukan kadar/tinggi-rendahnya mutu ilmiah suatu penelitian yaitu:
a. Kemampuan memberikan pengertian yang jelas tentang masalah yang diteliti.
b. Kemampuan untuk meramalkan: sampai dimana kesimpulan yang sama dapat dicapai apabila data yang sama ditemukan di tempat/waktu lain;

2. Penelitian non ilmiah 
a. Berdasarkan Spesialisasi Bidang (ilmu) garapannya : Sebagian penelitian yang non ilmiah didapati pada bidang garapan sebagai berikut :
1. Bisnis (Akunting, Keuangan, Manajemen Pemasaran)
2. Komunikasi (Massa, Bisnis, Kehumasan / PR, Periklanan)
3. Hukum (Perdata, Pidana, Tatanegara, Internasional)
4. Pertanian (agribisnis, Agronomi, Budi Daya Tanaman, Hama Tanaman)
5. Teknik, Ekonomi (Mikro, Makro, Pembangunan), dll.

b. Berdasarkan dari hadirnya variabel (ubahan) :
variabel adalah hal yang menjadi objek penelitian, yang ditatap, yang menunjukkan variasi baik kuantitatif maupun kualitatif. Variabel : masa lalu, sekarang, akan datang.
Penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan/ menggambar-kan variabel masa lalu dan sekarang (sedang terjadi) adalah penelitian deskriptif ( to describe = membeberkan/ menggambarkan). Penelitian dilakukan terhadap variabel masa yang akan datang adalah penelitian eksperimen.

C. Syarat-syarat/kriteria agar suatu penelitian dikatakan sebagai Penelitian Ilmiah

Sifat atau ciri dari penelitian :
1. Pasif, hanya ingin memperoleh gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan.
2. aktif, ingin memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesa.
3. Posisi penelitian sendiri pada umumnya adalah menghubungkan  :
(1) Keinginan manusia,
(2) permasalahan yang timbul, 
(3) ilmu pengetahuan, dan 
(4) metode ilmiah.

Ciri-ciri penelitian ilmiah adalah :
1. Purposiveness, fokus tujuan yang jelas,
2. Rigor, teliti, memiliki dasar teori dan disain metodologi yang baik,
3. Testibility, prosedur pengujian hipotesis jelas,
4. Replicability, Pengujian dapat diulang untuk kasus yang sama atau yang sejenis,
5. Objectivity, Berdasarkan fakta dari data aktual : tidak subjektif dan emosional,
6. Generalizability, Semakin luas ruang lingkup penggunaan hasilnya semakin berguna,
7. Precision, Mendekati realitas dan confidence peluang kejadian dari estimasi dapat dilihat ,
8. Parsimony, Kesederhanaan dalam pemaparan masalah dan metode penelitiannya.
Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah. Umumnya ada lima karakteristik penelitian ilmiah, yaitu :
1. Sistematik
Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.
2. Logis
Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal, yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
3. Empirik
artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian.
Landasan penelitian empirik ada tiga yaitu :
a. Hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau perbandingan satu sama lain).
b. Hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu
c. Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya (ada hubungan sebab akibat).
4. Obyektif,
artinya suatu penelitian menjahui aspek-aspek subyektif yaitu tidak mencampurkannya dengan nilai-nilai etis.
5. Replikatif
artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variabel menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.


Kamis, 27 Desember 2012

TUGAS EKOLOGI LINGKUNGAN



Tugas individu                                                            
Dosen : Prof. Dr. Ir. Adnan Kasry,M.Sc

TUGAS EKOLOGI LINGKUNGAN
PENGARUH PERKEMBANGAN IPTEK TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN

Oleh :
LEO KENNEDY
 1210247052




PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2012




BAB I  PENDAHULUAN


1.1Latar Belakang

Dewasa ini masalah lingkungan banyak menjadi perhatian karena bentuk kehidupan baik pada manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan organisme lainnya akan saling mempengaruhi satu dengan yang lain dalam interaksi yang unik dengan lingkungan. Telah disadari secara luas bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran lingkungan hidup.
“Pencemaran” adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/ atau komponen lain ke dalam air atau udara. Pencemaran juga bisa berarti berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/ udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan.
Masalah lingkungan adalah aspek negatif dari aktivitas manusia terhadap lingkungan biofisik. Environmentalisme, sebuah gerakan sosial dan lingkungan yang dimulai pada tahun 1960, fokus pada penempatan masalah lingkungan melalui advokasi, edukasi, dan aktivisme.
Masalah lingkungan terbaru saat ini yang mendominasi mencakup perubahan iklim, polusi, dan hilangnya sumber daya alam. Gerakan konservasi mengusahakan proteksi terhadap spesies terancam dan proteksi terhadap habitat alami yang bernilai secara ekologis.
Tingkat pemahaman terhadap bumi saat ini telah meningkat melalui sains terutama aplikasi dari metode sains. Sains lingkungan saat ini adalah studi akademik multidisipliner yang diajarkan dan menjadi bahan penelitian di berbagai universitas di seluruh dunia. Hal ini berguna sebagai basis mengenai masalah lingkungan. Sejumlah besar data telah dikumpulkan dan dilaporkan dalam publikasi pernyataan lingkungan.
Manusia memiliki pengaruh besar untuk keseimbangan ekosistem. Kemajuan ilmu pengetahuan & teknologi memudahkan manusia dalam mengatsi semua masalah hidupnya. Namun disisi lain, dampak kemajuan IPTEK dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan & ketidakseimbangan ekosistem. Kerusakan yang tampak nyata adalah kerusakan hutan akibat penebangan, & kerusakan lingkungan akibat pencemaran, yang sebagian besar terjadi karena ulah / perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Pencemaran (pollution) didefenisikan sebagai segala perubahan yang tidak dikehendaki pada sifat udara, air, tanah atau makanan yang dapat mempengaruhi kegiatan kesehatan dan keselamatan makhluk hidup.
Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas.
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Ada beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh pencemaran lingkungan antara lain sebagai berikut :
1)  terganggunya kenyamanan dan estetika → bau tidak sedap, mengurangi daya pandang diudara, dan bangunan berdebu.
2)  kerusakan barang → perkaratan logam dan pelapukan meterial bangunan
3)  bahaya bagi kesehatan → tersebarnya penyakit menular, iritasi saluran pernapasan, timbulnya kanker dan kelainan genetika.
4)  ancaman bagi tumbuhan dan hewan → berkurangnya hasik pertanian, pepohonan menjadi layu dan punahnya beberapa spesies hewan langka.
Kita ketahui bahwa sebenarnya sejak dulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Seseorang menggunakan teknologi karena manusia berakal. Dengan akalnya ia ingin keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih aman dan sebagainya. Perkembangan teknologi terjadi karena seseorang menggunakan akalnya dan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya.
Pada satu sisi, perkembangan dunia IPTEK yang demikian mengagumkan itu memang telah membawa manfaat yang luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis, Demikian juga ditemukannya formulasi-formulasi baru kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktifitas manusia. Ringkas kata kemajuan IPTEK yang telah kita capai sekarang benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia. Sumbangan IPTEK terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri. Namun manusia tidak bisa pula menipu diri sendiri akan kenyataan bahwa IPTEK mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia.
1.2 Tujuan
tujuan yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah bisa membantu memberikan informasi dan referensi masalah pencemaran lingkungan diantaranya:
1)     Mamapu memahami pengertian polusi
2)     Bisa membedakan jenis-jenis pencemaran lingkungan
3)     Mengetahui dampak pencemaran lingkungan
4)     Mampu memahami pengertian Iptek
5)     Mengetahui dampak Iptek terhadap lingkungan dan sumber daya alam
1.3 Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah:
1.        Apa pengertian polusi?
2.        Apa saja jenis-jenis pencemaran lingkungan?
3.        Apakah dampak pencemaran bagi manusia secara global?
4.        Apa Pengertian IPTEK?
5.         Apakah Dampak IPTEK Terhadap Lingkungan dan Sumber Daya Alam?
 






BAB II   PEMBAHASAN



2.1Pengertian Polusi

Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfingsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).

Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan.

Karena kegiatan manusia, pencermaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkngan.



2.2Macam-Macam Pencemaran Lingkungan

Berdasarkan lingkungan yang mengalami pencemaran, secara garis besar pencemaran lingkungan dapat dikelompokkan menjadi pencemaran air, tanah, dan udara.

1.      Pencemaran Air

             Di dalam tata kehidupan manusia, air banyak memegang peranan penting antara lain untuk minum, memasak, mencuci dan mandi. Di samping itu air juga banyak diperlukan untuk mengairi sawah, ladang, industri, dan masih banyak lagi.

Tindakan manusia dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari, secara tidak sengaja telah menambah jumlah bahan anorganik pada perairan dan mencemari air. Misalnya, pembuangan detergen ke perairan dapat berakibat buruk terhadap organisme yang ada di perairan. Pemupukan tanah persawahan atau ladang dengan pupuk buatan, kemudian masuk ke perairan akan menyebabkan pertumbuhan tumbuhan air yang tidak terkendali yang disebut eutrofikasi atau blooming. Beberapa jenis tumbuhan seperti alga, paku air, dan eceng gondok akan tumbuh subur dan menutupi permukaan perairan sehingga cahaya matahari tidak menembus sampai dasar perairan. Akibatnya, tumbuhan yang ada di bawah permukaan tidak dapat berfotosintesis sehingga kadar oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang.

Bahan-bahan kimia lain, seperti pestisida atau DDT (Dikloro Difenil Trikloroetana) yang sering digunakan oleh petani untuk memberantas hama tanaman juga dapat berakibat buruk terhadap tanaman dan organisme lainnya. Apabila di dalam ekosistem perairan terjadi pencemaran DDT atau pestisida, akan terjadi aliran DDT.

2.      Pencemaran Tanah

            Tanah merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan makhluk hidup lainnya termasuk manusia. Kualitas tanah dapat berkurang karena proses erosi oleh air yang mengalir sehingga kesuburannya akan berkurang. Selain itu, menurunnya kualitas tanah juaga dapat disebabkan limbah padat yang mencemari tanah.

Menurut sumbernya, limbah padat dapat berasal dari sampah rumah tangga (domestik), industri dan alam (tumbuhan). Adapun menurut jenisnya, sampah dapat dibedakan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik berasal dari sisa-sisa makhluk hidup, seperti dedaunan, bangkai binatang, dan kertas. Adapun sampah anorganik biasanya berasal dari limbah industri, seperti plastik, logam dan kaleng.

Sampah organik pada umumnya mudah dihancurkan dan dibusukkan oleh mikroorganisme di dalam tanah. Adapun sampah anorganik tidak mudah hancur sehingga dapat menurunkan kualitas tanah.

1. Pencemaran Udara

            Udara dikatakan tercemar jika udara tersebut mengandung unsur-unsur yang mengotori udara. Bentuk pencemar udara bermacam-macam, ada yang berbentuk gas dan ada yang berbentuk partikel cair atau padat.

a.       Pencemar Udara Berbentuk Gas

Beberapa gas dengan jumlah melebihi batas toleransi lingkungan, dan masuk ke lingkungan udara, dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup. Pencemar udara yang berbentuk gas adalah karbon monoksida, senyawa belerang (SO2 dan H2S), seyawa nitrogen (NO2), dan chloroflourocarbon (CFC).

Kadar CO2 yang terlampau tinggi di udara dapat menyebabkan suhu udara di permukaan bumi meningkat dan dapat mengganggu sistem pernapasan. Kadar gas CO lebih dari 100 ppm di dalam darah dapat merusak sistem saraf dan dapat menimbulkan kematian. Gas SO2 dan H2S dapat bergabung dengan partikel air dan menyebabkan hujan asam. Keracunan NO2 dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan, kelumpuhan, dan kematian. Sementara itu, CFC dapat menyebabkan rusaknya lapian ozon di atmosfer.

b.      Pencemar Udara Berbentuk Partikel Cair atau Padat

Partikel yang mencemari udara terdapat dalam bentuk cair atau padat. Partikel dalam bentuk cair berupa titik-titik air atau kabut. Kabut dapat menyebabkan sesak napas jika terhiap ke dalam paru-paru.Partikel dalam bentuk padat dapat berupa debu atau abu vulkanik. Selain itu, dapat juga berasal dari makhluk hidup, misalnya bakteri, spora, virus, serbuk sari, atau serangga-serangga yang telah mati. Partikel-partikel tersebut merupakan sumber penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia.

Partikel yangmencemari udara dapat berasal dari pembakaran bensin. Bensin yang digunakan dalam kendaraan bermotor biasanya dicampur dengan senyawa timbal agar pembakarannya cepat mesin berjalan lebih sempurna. Timbal akan bereaki dengan klor dan brom membentuk partikel PbClBr. Partikel tersebut akan dihamburkan oleh kendaraan melalui knalpot ke udara sehingga akan mencemari udara.

2.3  Dampak Pencemaran Bagi Manusia Secara Global

Pembakaran bahan bakar minyak dan batubara pada kendaraan bermotor dan industri menyebabkan naiknya kadar CO2 di udara. Gas ini juga dihasilkan dari kebakaran hutan. gas CO2 ini akan berkumpul di atmosfer Bumi. Jika jumlahnya sangat banyak, gas CO2 ini akan menghalangi pantulan panas dari Bumi ke atmosfer sehingga panas akan diserap dan dipantulkan kembali ke Bumi. Akibatnya, suhu di Bumimenjadi lebih panas. Keadaan ini disebut efek rumah kaca (green house effect). Selain gas CO2, gas lain yang menimbulkan efek rumah kaca adalah CFC yang berasal dari aerosol, juga gas metan yang berasal dari pembusukan kotoran hewan.

Efek rumah kaca dapat menyebabkan suhu lingkungan menjadi naik secara global, atau lebih dikenal dengan pemanasan global. Akibat pemanasan global ini, pola iklim dunia menjadi berubah. Permukaan laut menjadi naik,sebagai akibat mencairnya es di kutub sehingga pulau-pulau kecil menjadi tenggelam. Keadaan tersebut akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem dan membahayakan makhluk hidup, termasuk manusia.

Akibat lain yang ditimbulkan pencemaran udara adalah terjadinya hujan asam. Jika hujan asam terjadi secara terus menerus akan menyebabkan tanah, danau, atau air sungai menjadi asam. Keadaan itu akan mengakibatkan tumbuhan dan mikroorganisme yang hidup di dalamnya terganggu dan mati. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem dan kehidupan manusia.



2.4  Upaya Penanggulangan Pencemaran Lingkungan

            Berbagai upaya telah dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk menanggulangi pencemaran lingkungan, antara lain melalui penyuluhan dan penataan lingkungan. Namun, usaha tersebut tidak akan berhasil jika tidak ada dukungan dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.

Untuk membuktikan kepedulian kita terhadap lingkungan, kita perlu bertindak. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran lingkungan, diantaranya sebagai berikut:

1. Membuang Sampah pada Tempatnya

Membuang sampah ke sungai atau selokan akan meyebabkan aliran airnya terhambat. Akibatnya, samapah akan menumpuk dan membusuk. Sampah yang membusuk selain menimbulkan bau tidak sedap juga akan menjadi tempat berkembang biak berbagai jenis penyakit. Selain itu, bisa meyebabkan banjir pada musim hujan.

Salah satu cara untuk menanggulangi sampah terutama sampah rumah tangga adalah dengan memanfaatkannya menjadi pupuk kompos. Sampah-sampah tersebut dipisahkan antara sampah organik dan anorganik.

Selanjutnya, sampah organik ditimbun di dalam tanah sehingga menjadi kompos. Adapun sampah anorganik seperti plastik dan kaleng bekas dapat di daur ulang menjadi alat rumah tangga dan barang-barang lainnya.

2. Penanggulangan limbah industry

Limbah dari industri terutama yang mengandung bahan-bahan kimia, sebelum dibuang harus diolah terlebih dahulu. Hal tersebut akan mengurangi bahan pencemar di perairan. Denan demikian, bahan dari limbah pencemar yang mengandung bahan-bahan yang bersifat racun dapat dihilangkan sehingga tidak mengganggu ekosistem.

Menempatkan pabrik atau kawasan industri di daerah yang jauh dari keramaian penduduk. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengaruh buruk dari limbah pabrik dan asap pabrik terhadap kehidupan masyarakat.

3. Penanggulangan pencemaran udara

Pencemaran udara akibat sisa dari pembakaran kendaraan bermotor dan asap pabrik, dapat dicegah dan ditanggulangi dengan mengurangi pemakaian bahan bakar minyak. Perlu dipikirkan sumber pengganti alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan, seperti kendaraan berenergi listrik. Selain itu, dilakukan usaha untuk mendata dan membatasi jumlah kendaraan bermotor yang layak beroperasi. Terutama pengontrolan dan pemeriksaan terhadap asap buangan dan knalpot kendaraan bermotor.

      4.      Diadakan penghijauan di kota-kota besar

Tumbuhan mampu menyerap CO2 di udara untuk fotosintesis. Adanya jalur hijau akan mengurangi kadar CO2 di udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor atau asap pabrik. Dengan demikian, tumbuhan hijau bisa mengurangi pencemaran udara. Selain itu, tumbuhan hijau melepaskan O2 ke atmosfer.

5. Penggunaan pupuk dan obat pembasmi hama tanaman yang sesuai

Pemberian pupuk pada tanaman dapat meningkatkan hasil pertanian. Namun, di sisi lain dapat menimbulkan pencemaran jika pupuk tersebut masuk ke perairan. Eutrofikai merupakan salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh pupuk buatan yang masuk ke perairan.

Begitu juga dengan penggunaan obat anti hama tanaman. Jika penggunaannya melebihi dosis yang ditetapkan akan menimbulkan pencemaran. Selain dapat mencemari lingkungan juga dapat meyebabkan musnahnya organisme tertentu yang dibutuhkan, seperti bakteri pengurai atau serangga yang membantu penyerbukan tanaman. Pemberantasan hama secara biologis merupakan salah satu alternatif yang dapat mengurangi pencemaran dan kerusakan ekosistem pertanian.

6. Pengurangan pemakaian CFC

Untuk menghilangkan kadar CFC di atmosfer diperlukan waktu sekitar seratus tahun salah satu cara penanggulangannya yaitu dengan mengurangi penggunaan CFC yang tidak perlu oleh manusia. Mengurangi penggunaan penggunaan CFC dapat mencegah rusaknya lapisan ozon di atmosfer sehingga dapat mengurangi pemanasan global.



2.5 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)

a)       Pengertian Iptek

Ilmu pengetahuan merupakan kata majemuk, terdiri atas kata “ilmu” dan “pengetahuan. Kata majemuk ini biasa digunakanmenegaskan arti. Pengetahuan ialah segala hal yang dikenali, difahami dan alami yang membentuk suatu rentangan informasi yang dimiliki seorang. Ilmu ialah pengetahuan yang telah disistemkan dan dirumuskan, atau seperangkat pengetahuan yang telah diatur menjadi suatu system pemahaman. Secara ringkas, pengetahuan ialah komponen ilmu.

Teknologi ialah ilmu atau pengetahuan yang diterapkan pada penciptaan barang yang diperlukan atau diinginkan manusia. Dapat juga dikatakan teknologi ialah ilmu tentang seni keindustrian, yang mana industri diartikan upaya sungguh-sungguh dan ajek dalam produksi, perniagaan dan atu pembuatan (manufacture). Teknologi juga dapat diartikan penerapan pengetahuan secara sistematis pada tugas praktis dalam industri (Flower, dkk, 1970; 1984).



2.6Dampak Iptek Terhadap Lingkungan dan SDA

Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi komsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju. Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.

Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia. Disamping itu, IPTEK dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.

Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernnya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara tidak seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 – 20). Selain itu, terdapat juga indikasi yang memperlihatkan tidak terkendalinya polusi dan pencemaran lingkungan akibat banyak zat-zat buangan dan limbah industri dan rumah tangga yang memperlihatkan ketidak perdulian terhadap lingkungan hidup. Akibat-akibat dari ketidak perdulian terhadap lingkungan ini tentu saja sangat merugikan manusia, yang dapat mendatangkan bencana bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, masalah pencemaran lingkungan baik oleh karena industri maupun komsumsi manusia, memerlukan suatu pola sikap yang dapat dijadikan sebagai modal dalam mengelola dan menyiasati permasalahan lingkungan.

Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan mahluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. IImu tentang hubungan timbal balik mahluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi (Soemarwoto, 1991: 19). Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya. keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996: 13).

Dari definisi diatas tersirat bahwa mahluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan mempengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.

Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia. Misalnya, akibat polusi asap kenderaan atau cerobong industri, udara yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida). Berkaitan dengan paparan ini, perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya.

Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.

Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga dampak IPEK terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam yaitu; dampak secara kimiawi, fisik dan biologis. Resiko kimiawi akibat IPTEk adalah: senyawa-senyawa kimia berbahaya yang terdapat di air, tanah, udara dan makanan. Resiko fisik akibat IPTEk adalah kebakaran, gempa bumi, letusan gunung berapi, kebisingan, radiasi, sedimentasi. Resiko biologis akibat IPTEk adalah pathogen (bakteri, virus, parasit), dan bahan kimia yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh.

Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak diharapkan, baik yang bersifat fisik, kimiawi maupun biologis sehingga mengganggu eksistensi manusia dan aktivitas manusia serta organisme lainnya. Bahan penyebab pencemaran tersebut disebut polutan. Polusi disebabkan terjadinya factor-faktor tertentu yang sangat menentukan ialah:

1)     Jumlah penduduk

2)     Jumlah sumberdaya alam yang digunakan oleh setiap individu

3)     Jumlah Polutan yang dikeluarkan oleh setiap jenis SDA

4)     Teknologi yang digunakan

Penggunaan sumberdaya yang salah menimbulkan erosi, sedimentasi yang merusak, penggaraman tanah dan air, penggersangan lahan, banjri dsb. Limbah dan sisa proses menimbulkan contamination dan pollution atas udara, tanah dan air. Dampak menyebar dan meluas cepat lewat udara dan air. Penyebaran dan peluasan dampak lewat tanah langsung berjalan sangat lambat. Akan tetapi tanah dapat bertindak sebagai penyimpan zat atau bahan pencemar atau pengotor selama waktu lama dan dengan demikian menjadi sumber dampak yang nantinya akan tersebar lewat udara atau air. Zat pencemar yang tersimpan dalam tanah juga dapat menyebar lewat serapan tanaman bersama dengan panenan yang diangkut dan digunakan ditempat-tempat lain. Kalau zat pencemar diserap tanaman pangan atau pakan, akan dapat mnimbulkan pencemaran dakhil (internal pollution) atas orang atau ternak dimana-mana tempat memperjual belikan bahan pangan atau pakan tersebut. Sumber pencemaran dakhil lebih sulit dilacak daripada sumber pencemaran lewat udara dan air.

Pencemaran dapat datang dari sumber pasti misalnya dari saluran pembuang limbah pabrik atau datang dari sumber baur, misalnya dari aliran limpas lahan pertanian, pencemaran sumber pasti secara nisbi lebih mudah ditangani karena titik pelepasan bahan pencemar jelas dan susunan bahan pencemar terbatas keanekaannya. Pencemaran sumber baur lebih suli ditangani kerana titik pelepasannya dan titik asalnya berada di mana-mana dan susunan bahan pencemarannya sangatberaneka.

Ada dampak yang tinggal di tempat dampak itu ditimbulkan, misalnya pemampatan tanah oleh alat-alat berat dalam pembukaan lahan atau penggaraman tanah oleh system irigasi yang dirancang tanpa memperhitungkan neraca air pada antarmuka atmosfer tanah. Ada dampak yang diekspor ke tempat lain dari tempat asalnya, misalnya erosi di hulu mengekspor dampak sedimentasi ke hilir atau asap kendaraan bermotor dari jalur jalan diekspor ke kawasan pertanian atau pemukiman sepanjang jalan. Kawasan yang menimpor dampak menghadapi persoalan serupa dengan yang terkena.

Teknologi yang diandalkan sebagai istrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tananam misalnya wereng dan kutu loncat.

Berdasarkan hasil studi empiris yang pernah dilakukan oleh Magrath dan Arens pada tahun 1987 (Prasetiantono, di dalam Sudjana dan Burhan (ed.), 1996: 95), diperkirakan bahwa akibat erosi tanah yang terjadi di Jawa nilai kerugian yang ditimbulkannya telah mencapai 0,5 % dari GDP, dan lebih besar lagi jika diperhitungkan kerusakan lingkungan di Kalimantan akibat kebakaran hutan, polusi di Jawa, dan terkurasnya kandungan sumber daya tanah di Jawa.

2.7. Iptek  Penyebab  Polusi  dan Pencemaran

Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang dapat di cegah dan dikembalikan.

Karena kegiatan manusia, pencermaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkngan.

Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran di sebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat memberikan efek merusak.

      Suatu zat dapat disebut polutan apabila :

a.       Jumlahnya melebihi jumlah normal.

b.      Berada pada waktu yang tidak tepat.

c.       Berada di tempat yang tidak tepat.

Sifat polutan adalah :

a.       Merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat lingkungan tidak merusak lagi.

b.      Merusak dalam waktu lama.

Contohnya Pb tidak merusak bila konsentrasinya rendah. Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak.

2.8.  Iptek Ramah Lingkungan

Teknologi plasma ubah sampah menjadi listrik dengan lebih efisien dan ramah lingkungan. Sampah memang terbukti bisa diubah menjadi sumber energi. Baik itu sebagai biomassa ataupun dengan teknologi landfield powerplant yang menggunakan sampah sebagai bahan bakar untuk memanaskan air dan menggerakan turbin.

Jika menggunakan biomassa, maka efisiensi juga masih rendah, karena energi yang dihasilkan tidak sebanding dengan energi yang dibutuhkan. Teknologi landfield powerplant atau pembangkit listrik berbahan bakar sampah, dianggap lebih efisien, karena semua sampah yang ada digunakan sebagai bahan bakar dan energi yang dihasilkannya juga lebih besar. Hanya saja timbul pertanyaan, bagaimanakah asap dan polusi yang dihasilkan dari pembakaran tersebut?

Teknologi yang kini dianggap lebih efisien adalah dengan menggunakan gasifikasi plasma. Meski teknologi tersebut telah ditemukan lebih dari 40 tahun yang lalu oleh NASA, lembaga antariksa Amerika Serikat, untuk mengatur suhu dalam pesawat ruang angkasa, tetapi aplikasi untuk pembangkit listrik berbahan bakar sampah masih belum banyak di dunia, hanya beberapa negara yang menggunakannya yaitu Jepang dan Amerika Serikat.

Geoplasma, salah satu perusahaan yang mengembangkan teknologi tersebut, berhasil membuat busur api yang jauh lebih efisien untuk menghancurkan sampah dengan gas super panas atau dikenal juga dengan plasma yang dihasilkannya.

Gasifikasi plasma bekerja dengan menggunakan busur api listrik untuk memanaskan gas menjadi plasma. Suhu tinggi yang sudah tercipta akan memanaskan sampah menjadi syngas, yang telah bersih dari partikel-partikel. Berikutnya syngas tersebut digunakan untuk memutar turbin guna menghasilkan listrik.

Jika sampah dimasukkan ke dalam ruang pembakaran dan menerima pemanasan hingga suhu 5.537 derajat Celcius, sampah-sampah organik, cairan, dan kertas akan berubah menjadi gas panas bertekanan. Uap, sebagai produk sampingannya bisa digunakan kembali untuk menghasilkan listrik. Sementara sampah non-organik seperti logam dan lainnya, akan mencair dan terkumpul di bagian dasar ruang pembakaran tersebut dan bisa digunakan kembali untuk industri logam atau campuran aspal.

BAB III  PENUTUP



3.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan dan pembahasan makalah diatas antara lain:

1.      Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfingsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).

2.      Ada beberapa macam pencemaran dianataranya: pencemaran air,     pencemaran udara, pencemaran tanah dan pencemaran gas.



3.      Pecemaran lingkungan dapat berdampak buruk seperti terjadinya hujan asam, lapisan ozon menipis dan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem dan kehidupan manusia.

4.      Untuk menghentikan atau mengurangi pencemaran dilakukan dengan memperhatikan lingkungan, menggunakan pupuk yang sesuai, penanaman pohon, penanggulangan limbah industry, penaggulangan polusi udara dll.

5.      IPTEK dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.



6.      Teknologi yang diandalkan sebagai istrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida.



3.2 Saran

Semoga dalam pembahasan makalah diatas dapat memberikan sedikit penjelasan dalam langkah kita untuk mengenal lingkungan lebih dalam lagi sehingga bisa menerapkan langkah yang lebih baik dalam menjaga keseimbangan alam untuk keberlangsungan hidup yang lebih baik dan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.


DAFTAR PUSTAKA

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/07/iptek-dan-lingkungan.
http//www.adigunwindows.blogspot.com
http://skaterfm.blogspot.com/2012/04/bahan-makalah-pencemaran-lingkungan.
http://hend-learning.blogspot.com/2009/04/pencemaran-lingkungan.
http://zaifbio.wordpress.com/2010/02/11/kepadatan-penduduk-dan-pencemaran.
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/pencemaran_lingkungan.